SIANTAR
Setelah sempat satu kali ditunda, Tim atau Penasehat Hukum atau Pengacara Terdakwa Rita Haryati boru Siregar (40) dari Kantor Hukum Rekan Joeang atau Lembaga Advokasi Bantuan Hukum Nasional membacakan nota pembelaan atau pledoi secara tertulis dalam sidang lanjutan perkara narkotika jenis shabu secara virtual di Pengadilan Negeri (PN) Siantar, Rabu (2/6/2021) sore.
Adapun Tim Pengacara itu Gusti Ramadhani SH, Hotman M Sitompul SH dan Nanda E Sinaga SH. Dalam pledoi sebanyak 14 lembar itu, Tim Pengacara mengatakan Cukuplah bagi kita tragedi hukum “Sengkon dan Karta”, yang diperhadapkan kedepan peradilan dengan alat-alat bukti yang dipaksakan dan telah dimanipulir oleh oknum penegak hukum yang tidak bertanggungjawab sehingga Majelis Hakim yang memeriksa perkara casu quo memberikan putusan yang berlawanan dengan rasa keadilan, menjatuhkan hukuman pidana kepada orang yang tidak bersalah yang tentunya sangat menyakitkan bagi terpidana.
Oleh karenanya, filsuf Inggris ternama Francis Bacon pernah berucap: “tidak ada siksaan yang lebih berat daripada siksaan hukum”. “Kami selaku Tim Pengacara Terdakwa memohon kepada Majelis Hakim Yang Mulia untuk dapat memberikan pertimbangan hukum (ratio decidendi) dan rasa keadilan dalam putusannya bagi Terdakwa sehingga publik dapat mengetahui bahwa adagium dikemukakan Cicero diatas tidak terbukti bagi penegakan hukum di Indonesia, khususnya di depan persidangan ini,”kata Hotman M Sitompul SH.
Hotman menjelaskan Tim Pengacara Terdakwa keberatan dengan isi surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), oleh karena itu berkaitan dengan persyaratan materiil sebagaimana diharuskan Pasal 143 ayat (2) huruf b dan
ayat (3 ) KUHAP, khususnya yang mensyaratkan bahwa dakwaan haruslah disusun secara cermat, jelas dan lengkap tentang tindak pidana yang didakwakan.
Dikarenakan dakwaan JPU tidak cermat, jelas dan lengkap maka dakwaan JPU harus dibatalkan sesuai
dengan Yurisprudensi Nomor 808K/PID/1984 yang menyatakan “Dakwaan tidak cermat, jelas dan lengkap sehingga harus dinyatakan batal demi hukum. JPU dalam dakwaannya juga tidak memperhatikan hak Konstitusi sebagai warga Negara, karena di saat ingin melakukan penggeledahan terhadap rumah Terdakwa tidak menyertakan perangkat desa setempat dan rumah yang dilakukan penggeledahan oleh Kepolisian Polres Siantar dan JPU dalam dakwaannya, Pihak Kepolisian Polres Siantar tidak memiliki izin penggeledahan terhadap rumah
Terdakwa tanpa memperhatikan seluk beluk yang pasti tentang situasi dan kondisi keadaan dari rumah Terdakwa
Perlu kiranya digarisbawahi bahwa JPU tidak cermat dalam merumuskan tindak pidana yang didakwakan terhadap Terdakwa dalam kasus ini. Hal ini dilakukan hanya dengan menyalin begitu saja rumusan tindak pidana yang ditentukan dalam pasal-pasal tersebut tanpa menyesuaikannya sesuai fakta yang sebenarnya. Dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP dan SEJA Nomor SE.004/J/A/11/1993, salah satu dinyatakan bahwa surat dakwaan harus disusun secara cermat.
Tinjauan atas fakta fakta persidangan yang ditemukan bahwa keterangan saksi dari Pihak Kepolisian memberatkan Terdakwa dikarenakan adanya konflik kepentingan, Penggeledahan terhadap rumah terdakwa yang tidak beralasan tanpa adanya surat izin penggeledahan, Barang bukti sama sekali tidak diketahui Terdakwa, yang
dimana dalam hal ini bahwa barang bukti tersebut bukan dalam penguasaan badan Terdakwa.
Kemudian terdapat adanya rekayasa kejadian yang sudah di atur pihak Kepolisian untuk menjebak Terdakwa, hal ini sesuai dengan faktanya rumah di Jalan Lokomotif yang merupakan milik orangtua terdakwa dan Getuk adik kandung terdakwa yang selama ini tinggal dirumah tersebut. Pada faktanya saat Pihak Kepolisian datang ke rumah di Jalan Lokomotif Getuk juga berada di dalam rumah itu. Akan tetapi Faisal Tanjung menyuruh Getuk untuk lari dan diketahui oleh Personel Polres Siantar.
“Untuk mencapai kebenaran materil tentu Getuk sebagai orang yang menguasai dan bertempat tinggal di rumah Jalan Lokomotif tersebut harus patut diduga atas kepemilikan shabu itu, mengingat Getuk lebih memahami ruang dan terdakwa tidak mengetahui formasi keberadaan Narkotika di rumah terdakwa,”jelas Hotman.
Ditambahkan Hotman, Tim Pengacara tidak sependapat dengan JPU yang menyatakan bahwa dakwaan Alternatif Pertama telah terbukti secara sah dan meyakinkan karena tidak terpenuhi. Unsur setiap orang secara dipaksakan kepada Terdakwa RITA HARYATI SIREGAR dikarenakan di saat dilakukan penangkapan barang bukti tidak terdapat dalam penggunaan ataupun penguasan badan Terdakwa.
Unsur tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan Narkotika Golongan I bukan tanaman yang beratnua
melebihi 5 (lima) gram sama sekali tidak terpenuhi karena barang bukti yang diajukan JPU bukan dalam penguasaan Terdakwa.
Saat dilakukan penggeledaha oleh pihak kepolisian, terdakwa dalam posisi tertidur di kamar rumah yang
ditinggali Getuk yang dalam hal ini merupakan adik kandung Terdakwa dan uang sebesar Rp 4.000.000 merupakan uang Terdakwa sendiri, akan tetapi bukan merupakan hasil dari penjualan atau pengedaran atau penguasan Narkotika, melainkan uang itu dipergunakan untuk melakukan biaya tukar tambah sepedamotor kepada Mangatas Situmeang (saksi Ade Charge).
Berdasarkan fakta fakta yang sudah diuraikan itu, Kami Pengacara terdakwa memohon kepada
Yang Mulia Majelis Hakim yang Memeriksa dan Mengadili Perkara A quo untuk
mengambil putusan sebagai berikut Menerima Nota Pembelaan dari Penasihat hukum terdakwa, Menyatakan surat dakwaan penuntut umum nomor Reg. Perkara: PDMI.2.12/Enz.2/03/2021 sebagai dakwaan yang dinyatakan batal demi hukum atau harus dibatalkan atau setidak-tidaknya tidak diterima, Membebaskan terdakwa dari LP Wanita Siantar, Barang bukti berupa Narkotika di rampas untuk dimusnahkan, Barang bukti berupa uang Rp 4.000.000 dikembalikan kepada Terdakwa, Memulihkan harkat martabat dan nama baik Terdakwa dan Membebankan biaya perkara kepada Negara.
“Kami Pengacara Terdakwa Rita Haryati boru Siregar meminta kepada Majelis Hakim membebaskan klien kami dari LP Wanita Siantar. Apabila Majelis Hakim yang Memeriksa dan Mengadili Perkara A quo berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya,”kata Hotman M Sitompul SH mengakhiri sembari Gusti Ramadhani SH mengganggukan kepalanya.
Sementara itu JPU Firdaus Maha SH dengan singkat menanggapi tetap dengan tuntutan hukumannya. “Saya tetap dengan tuntutan hukuman, Majelis Hakim,’kata Firdaus Maha.
Mendengar itu Majelis Hakim Diketuai Derman P Nababan, SH, MH menutup persidangan dan akan dibuka kembali hari Rabu (9/6/2021) dengan agenda pembacaan putusan hukuman atau vonis terdakwa Rita Haryati boru Siregar.
Sesuai pemberitaan sebelumnya, JPU Firdau Maha menuntut hukuman Terdakwa Rita 15 tahun penjara dikurangi selama masa tahanan sudah dijalani dan denda Rp 1 Miliar dengan ketentuan apabila denda tidak dibayadiganti dengan pidana penjara selama 6 bulan. Berdasarkan fakta persidangan, terdakwa Rita dibuktikan bersalah “Tanpa hak atau melawan hukum menjual Narkotika Golongan I bukan tanaman yang beratnya melebihi 5 gram” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam dakwaan Alternatif Pertama Pasal 114 ayat (2) UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Penulis / Editor : Freddy Siahaan