MEDAN
Nasib puluhan ribu nasabah Yayasan Sari Asih Nusantara (SAN) kini semakin terkatung-katung. Pasalnya, Hakim mengabulkan Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) pihak Yayasan.
Dwi Ngai Sinaga SH, MH selaku penasihat hukum para nasabah menilai, pengabulan permohonan terhadap Yayasan Sari Asih Nusantara oleh hakim pada putusan pasca sela Permohonan PKPU di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (5/7/2021) lalu menimbulkan polemik baru.
“Dari jumlah orang atau korban, itu ada 30.000 sesuai dengan putusan memiliki 84 Milliar. Ini, kita harus kaji putusannya. Sebenarnya perkara ini sudah banyak kejangalan. Jadi, jangan ada seperti ketidakpercayaan masyarakat terhadap hukum ,”ujar Dwi Ngai Sinaga di Medan, Senin (30/8/2021).
Ia membeberkan point pertama yang menjadi kejanggalan, yakni legalitas yayasan itu dalam mengajukan permohonan PKPU. Kemudian, hakim bersangkutan dinilai tidak dalam mengabulkan permohonan PKPU tersebut justru tak berdasar.
Menurut Dwi Ngai, pada praktiknya Yayasan Sari Asih Nusantara tersebut sudah mengangkangi hukum. Berdasarkan ketentuan undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 (tentang yayasan), Yayasan Sari Asih Nusantara dalam kegiatannya telah melakukan penyimpangan dengan melakukan pengumpulan dana/iuran bulanan kepada masyarakat dengan maksud dan tujuan yang tidak jelas.
“Sementara dalam anggaran Yayasan SAN mereka menyatakan dermawan atau orang yang secara sukarela memberikan bantuan kepada yayasan untuk tujuan dan maksud dari yayasan yaitu untuk tujuan sosial, keagamaan, dan kemanusian yang tidak memiliki ikatan maupun perolehan keuntungan dari sumbangan yang telah diberikan,”papar Dwi Ngai.
Sehingga dengan terbitnya putusan PPKU oleh Hakim pengadilan Niaga Medan tersebut kepada para kreditur atau dermawan dari Yayasan SAN secara jelas mengambarkan bahwa hubungan antara kreditur/dermawan adalah murni hubungan bisnis. Apalagi, Yayasan SAN mengakui bahwa seluruh sumbangan dari para dermawan adalah utang.
Padahal, penetepan para peserta dermawan oleh Yayasan SAN atas dasar permohonan yang diajukan oleh calon dermawan bukanlah atas dasar kemauan dari peserta dermawan untuk mengikatkan dirinya sebagai penyumbang tetap. Melainkan karena adanya iming-iming keuntungan yang diperoleh dari sumbangan yang telah disetorkan setiap bulannya kepada pihak Yayasan Sari Asih Nusantra.
Dengan demikian tindakan yang dilakukan Yayasan Sari Asih Nusantara patut diduga bertentangan dengan ketentuan pasal 378 KUH Pidana : “Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan menggunakan nama palsu atau martabat (hoedaningheid) palsu; dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
“Dan ketentuan pasal 372 KUH Pidana Barangsiapa dengan sengaja memiliki dengan melawan hak sesuatu barang yang sama sekali atau sebagiannya termasuk kepunyaan orang lain dan barang itu ada dalam tanganya bukan karena kejahatan, dihukum karena penggelapan, dengan hukuman penjara selama-lamanya 4 tahun,”terang Dwi.
Lebih jauh, Dwi menyampaikan kegiatan Yayasan SAN telah bertentangan dengan Undang-undang yayasan itu sendiri. Sehingga, pengabulan permohonan PKPU oleh Pengadilan Negeri Niaga Medan kepada Yayasan SAN justru menimbulkan masalah diatas masalah.
Atas pengabulan tersebut, Dwi Ngai akan melaporkan hakim bersangkutan kepasa Komisi Yudisial (KY). Soalnya, hakim bersangkutan dinilai dalam mengabulkan permohonan PKPU belum sesuai dengan ketentuan undang-undang Nomor 37 tahun 2004 (tentang kepailitan dan penundaan pembayaran utang). “Kami akan melaporka Hakim nya ke Komisi Yudisial,”Pungkasnya.
Ditempat yang sama , Erwin San Sinaga, SH rekan Dwi Ngai Sinaga SH merincikan, bahwa ketentuan UU nomor 28 Tahun 2004 perubahan atas UU nomor 16 Tahun 2001, secara tegas menjelas tentang batasan kegiatan apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh yayasan. Akan tetapi Yayasan SAN telah menghimpun dana dari masyarakat dengan dalil sebagai dermawan dibawah janji keuntungan kepada para dermawan dengan kata lain bahwa Yayasan SAN telah melakukan kegiatan bisnis secara langsung atas nama yayasan.
Menurut Erwin dalam hal ini didasarkan atas permohonan penundaan pembayaran kewajiban utang atas nama pemohon yakni yayasan langsung bukan atas nama badan usaha yang di didirikan oleh yayasan. Permohonan PKPU, sesuai dengan ketentuan undang-undang Nomor 37 tahun 2004 secara tegas menerangkan tentang syarat-syarat dalam pengajuan permohonan penundaan pembayaran kewajiban utang, dalam pasal 222 ayat 2 disebutkan bahwa peinjam yang tidak bisa atau tidak mampu memperkirakan proses pembayaran utang yang jatuh tempo, bisa mengajukan penundaan pembayaran. (Rel)
Editor : Freddy Siahaan