MEDAN
Kuasa Hukum dari Risona Pencawan yang melaporkan Masty Pencawan atas dugaan pemalsuan Akta Yayasan Pendidikan Nasional Pencawan sesalkan kinerja Polda Sumatera Utara (Poldasu) khususnya Direktorat Kriminal Umum Polda Sumatera Utara.
Hal ini dikatakan Dwi Ngai Sinaga SH.MH saat mendampingi kliennya Risona Pencawan, dimana ada permintaan untuk dilakukan Restorative Justice di Mako Polda Sumatera Utara, Selasa (26/7/22).
“Awalnya kita menerima etikad baik untuk dilakukan Restorative Justice, akan tetapi terlapor justru mangkir dan menghindar dari pihak kepolisian ,” ujar Dwi Sinaga.
Ia memaparkan saat ini Masty Pencawan sudah ditetapkan sebagai tersangka karena melanggar Pasal 266 KUHP tentang Pemalsuan dengan Akta Authentik dengan ancaman hukuman diatas lima tahun penjara.
“Memang itu hak dari kepolisian untuk tidak melakukan penahanan.Akan tetapi Undang-undang menjelaskan bahwa ancaman hukuman diatas lima tahun itu wajib ditahan. Dan jelas kita ketahui bahwa salah satu dari tersangka itu sehat jasmani dan rohani bahkan hingga saat ini tidak kooperatif, tetapi dilakukan penangguhan penahanan ,” kesal Dwi Sinaga.
“Ada apa ini semua ? Dan siapa dibalik Masty Pencawan yang begitu sulit ditahan. Kenapa Direskrimum dengan ini Kasubdit dengan yakin untuk melakukan penangguhan penahanan, sementara undang-undang yang mereka langgar,” tambahnya.
Pria yang merupakan Direktur LBH IPK Sumatera Utara itu juga tidak menampik Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2021 tentang Restoratif Justice, akan tetapi tidak boleh untuk mengangkangi undang-undang.
Ditambahkannya, pihaknya saat ini bingung untuk menempuh keadilan di Polda Sumatera Utara. Sebab, hingga langkah-langkah diluar hukum sudah ditempuh hingga melakukan aksi.
Seperti mengirimkan kue ulang tahun ke Polda Sumut dan mengirimkan Surat untuk Tuhan.
“Saya rasa citra kepolisian sedang dipertaruhkan atas kejadian ini. Kalau ini merupakan tindak pidana yang jelas, kenapa ada keraguan untuk menetapkannya dan melakukan penahanan ,” ujarnya.
Disinggung tentang kepercayaannya tentang penegakan hukum dan keadilan di kepolisian, Dwi Ngai Sinaga hanya menjawab dengan sangat singkat. Karena fungsinya hanya melakukan permohonan, pengawalan dan pendampingan.
“Tetapi dengan perkara yang saya tangani saat ini, saya sedikit pesimis bahwa kepolisian yang memiliki motto mengayomi dan melindungi sedang tidak menjalankan fungsinya dengan baik. Bukan tanpa alasan, karena tindak pidana yang dilakukan Masty Pencawan sudah terang benderang,” ujarnya.
“Dan sudah jelas, ahli pidana yang memiliki sertifikasi mengatakan ini jelas-jelas pidana ,” sambung Dwi.
Yang sangat disesalkan, Dwi adalah perjalanan dan proses hukum yang dialami kliennya sudah berlarut-larut.
“Masyarakat yang sudah pakai pengacara saja, pihak kepolisian masih berani main-main. Bagaimana dengan masyarakat yang tidak memiliki pendamping hukum, yang tidak mampu membayar jasa pengacara. Mungkin akan lebih parah lagi,” jelasnya.
Akan tetapi, Dwi tetap menaruh harapan akan tegaknya keadilan ditangan kepolisian dengan motto Polri yang Presisi.
“Jadilah pengayom masyarakat dengan mengedepankan keadilan dan menjalankan amanah Undang-undang,” tutupnya seraya mengatakan perkara tersebut sudah hampir kurang lebih 4 tahun tidak berjalan.
Penulis : ROM
Editor : Freddy Siahaan