MEDAN II
Seorang ibu tiga anak, Sherly (36) warga Jalam Kompleks Cemara Asri Blok Royal, Bandar Klippa, Percut Sei Tuan berharap adanya rasa keadilan hukum atas apa yang dialami selama ini.
Sebab, kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dialami Sherly (36) yang sudah kurang lebih setahun berjalan dan memiliki kejanggalan belum mendapatkan titik terang. Pasalnya, dirinya ditetapkan tersangka dengan kasus yang sama oleh suaminya berinsial R.
Hingga menjalankan proses hukum, tanpa ada prosedur dari sejak awal ditangkap pihak kepolisian.
Hal tersebut terungkap, Kamis (15/5) dalam podcast ” CakapCakapHukum ” PERADI yang dipandu oleh Dwi Ngai Sinaga, Ketua DPC PERADI, Medan.
Penasihat Hukum Jonson David Sibarani SH,MH saat itu mengatakan bahwa peristiwa penganiyaan yang dialami Sherly pada Jumat tanggal 05 April 2024 lalu.
” Ya, kasus ini sudah lama, klien kami sebagai korban KDRT tidak mendapat keadilan atas peristiwa yang dialami.Justru dijadikan tersangka, seluruh proses yang dilakukan pihak kepolisian tidak sesuai ,” katanya.
Juga, kata Jonson bahwa kakak korban bernama Yanty juga turut dilaporkan dan menjalankan proses hukum yang tidak sesuai dengan mekanisme.
“Sangat tidak logika bagaimana seorang istri menganiaya suami dengan postur yang jauh lebih besar, dan anehnya penetapan tersangka terjadi bertepatan dengan hari yang sama dengan suaminya ditetapkan sebagai tersangka di Polda Sumatera Utara,” katanya saat itu.
“Kita menyayangkan tindakan unit PPA Polrestabes Medan yang menetapkan kliennya sebagai tersangka kasus KDRT LP 1099,” sambungnya.
“Ketika rekonstruksi tidak ada 1 adegan pun yang menunjukkan Sherly melakukan penganiayaan, tapi kenapa Polrestabes Medan berani menetapkan klien saya menjadi tersangka?” tambahnya.
Kata, Johson berbagai fakta kejanggalan telah disampaikan, tapi tidak diindahlan termasuk rekaman bukti- bukti CCTV.
Ia mengatakan bahwa Sherly melaporkan R, atas dugaan telah melakukan Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 Juncto 45.
“Terlapor R, yang tidak lain dan tidak bukan adalah suami Sherly sendiri,” katanya.
Jonson mengatakan bahwa pelapor dan terlapor merupakan pasangan suami istri yang menikah pada 2011. Dari hasil pernikahan tersebut keduanya dianugerahi tiga orang anak.
Dikatakannya, selama pernikahan terlapor selalu membatasi pergaulan pelapor. Dan perbuatan terlapor dengan melakukan tindakan KDRT bukan sekali saja terjadi, namun sudah berulang kali sehingga menimbulkan rasa trauma bagi kliennya.
“Kejadian kekerasan dalam rumah tangga ini sudah berulang kali terjadi tapi memang klien kita sengaja untuk tidak melaporkan suaminya karena ada banyak pertimbangan, terutama anak-anak yang masih kecil,” ungkap Jonson saat itu.
Ditempat yang, Sherly mengaku trauma dengan perlakuan terlapor. Bahkan kali saat peristiwa terjadi mendapatkan bekas cekikan di leher dan memar akibat ditekan oleh kaki terlapor pada bagian paha dan kakinya.
“Iya ini, ini saya dicekik, memar, ini terus pas di tangga saya ditindih kaki saya, di sini juga memar di bawah, di kaki, di paha, di betis ini juga, di bagian pinggung pinggul juga, karena digencet di anak tangga, kita kan sempat berantem di tangga karena saya mencoba turun, dia narik narik tas saya, saya lagi gendong anak.Jadi hampir jatuh gitu,” beber Sherly dengan isak tangis.
Ia mengatakan kekerasan seperti itu juga pernah terjadi sebelumnya namun tidak dilaporkan.
“Sebelum-sebelumnya sudah ada, saya pun pernah mengalami memar sampai di telapak tangan saya itu memar semua. Tapi saya memang enggak melaporkan apa-apa,” ungkap Sherly.
Namun, karena sudah tidak tahan lagi menghadapi ulah suaminya, Sherly bersama penasehat hukumnya melaporkan kejadian tersebut ke polisi.
“Jadi, disini kami sampaikan klien kami terkesan dipaksa menjadi tersangka.Karena ada yang sangat janggal sekali,” kata Jonson.
Ia mengatakan pihak Polrestabes dalam hal ini penyidik Unit PPA Sat Reskrim terkesan memaksakan agar laporan Polisi No LP/B/1099/ IV/SPKT/ Polrestabes Medan/ Polda Sumut tanggal 17 April 2024 dengan pelaporan R sudah naik sidik dan Sherly sebagai istri dari pelapor menjadi tersangka KDRT.
“Kami melihat penetapan klien kami menduga perbuatan dari rekan- rekan penyidik Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Medan untuk mengimbangi perkara laporan polisi No LP/B/448/IV/2024/ SPKT/ Polda Sumut tanggal 9 April dengan pelapor klien kami.Dan pada hari yang sama tanggal 8 Mei saudara R ditetapkan sebagai tersangka,” ucapnya.
” Tuhan Yesus ”
Jonson menjelaskan bahwa tindakan yang dilakukan R memang membuat kliennya tertekan dan ketakutan.
Apalagi ketika Sherly pindah keyakinan, kondisi rumah tangga semakin tak nyaman oleh ulah terlapor.
Alasan Sherly pindah keyakinan karena anak ketiganya sakit dan tidak sembuh meski telah berobat ke berbagai rumah sakit.
Sherly kemudian menghubungi kakaknya, Yanti, untuk mencari solusi dan alternatif pengobatan agar anak ketiganya itu sembuh. Pindah keyakinan, Sherly pun akhirnya dibaptis.
Mendengar istrinya berpindah keyakinan, diduga membuat terlapor R sering marah-marah, hingga terjadi pertengkaran beberapa kali yang membuat terlapor membanting handphone pelapor hingga pecah.
“Terjadinya kekerasan rumah tangga yang terakhir ini adalah karena adanya perubahan ataupun perpindahan keyakinan ya, dari agama Buddha ke agama Kristen, tapi mungkin Itu penyebabnya. Tapi apapun itu tidak ada alasan pembenaran atas tindakan kekerasan dalam rumah tangga apalagi dilakukan berulang kali secara membabi buta,”katanya.
“Anak saya sakit sudah kemana- kemana tidak sembuh.Akhirnya, saya temui kakak saya dan didoakan ternyata sembuh,” kata Sherly.
“Benar-benar mujizat, Tuhan Yesus sangat baik.Dan saya pun pindah agama,” sambungnya.
Saling Lapor Kakak Jadi Tersangka
Dibalik peristiwa tindakan KDRT yang dilakukan R kepada Sherly peristiwa tanggal 5 April 2024 memuncak.
Dimana, Sherly menghubungi kakaknya Yanti untuk datang ke rumah pelapor karena adanya keributan.
“Melihat kedatangan Yanti yang merupakan kakak dari istrinya tersebut, suami pelapor, R, langsung emosi dan tiba-tiba mendorongnya,” ungkap Jonson.
Pelapor yang melihat, berusaha untuk melerai sembari memegang kacamata terlapor akan tetapi kacamata tersebut pecah. Hal itu diduga membuat terlapor semakin emosi dan langsung mencekik leher pelapor hingga memar. Selanjutnya terlapor mendorong pelapor jatuh dan kaki mengenai tangga hingga memar dan sakit.
Dan keributan itu kemudian memicu pelaporan ke polisi yang berujung pada penahanan terhadap kakak Sherly, Yanti.
Jonson sebagai kuasa hukum Sherly dan Yanti, mengatakan dalam perkara ini, kakak kandung dari Sherly yakni Yanti, telah ditahan karena dugaan penganiayaan sesuai Pasal 351 ayat (1) KUHP atas laporan Lili Kamso yang merupakan ibu mertua dari Sherly, sesuai dengan Laporan beliau No.LP/B/1021/IV/2024/SPKT/POLRESTABES MEDAN/POLDA SUMATERA UTARA.
“Dampak terjadinya dugaan Kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh Saudara “R” sehingga kakak kandung daripada klien kita yang bernama Yanty, ditahan di Polrestabes Kota Medan dengan dugaan Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan. Di mana pelapornya sendiri adalah mertua Sherly, bernama Lili Kamso hingga menjalani proses hukuman ,” papar Jonson.
“Kita mohon juga perhatian dan atensi kepada bapak Kapolda Sumatera Utara atas kasus ini.Dan segera kita laporkan ke Mabes Polri,” katanya.
Bantuan Prabowo Subianto
Yanty, sang kakak juga berharap adanya keadilan.
“Saya mohon keadilan atas apa yang kami alami.Tolong, kami Bapak Prabowo Subianto lihat apa yang dialami keluarga kami, mana keadilan untuk kami,” katanya dengan linangan air mata .
Dwi Ngai Sinaga,SH sebagai Ketua DPC Peradi juga berharap agar Sherly dan keluarga benar- benar mendapat keadilan.
“Ini peristiwa luar biasa kami lihat dari kacamata hukum.Banyak proses yang janggal atas apa yang dialami saudari Sherly, maka pimpinan kepolisian dalam hal ini Kapolri segera memberikan perhatian khusus,” tutupnya.(ROM)