SIMALUNGUN II
Mengutamakan himbauan untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas), Kapolres Simalungun AKBP Marganda Aritonang, S.H., S.I.K., M.M., menegaskan sikap netral institusi kepolisian dalam menangani sengketa lahan antara PT Toba Pulp Lestari (TPL) dengan masyarakat Lamtoras di Nagori Sihaporas. Polri akan bertindak tegas bagi siapa pun yang bersalah tanpa memihak salah satu pihak.
Saat dikonfirmasi pada Rabu, (24/9/2025) sore sekitar pukul 17.10 WIB, Kapolres Simalungun menekankan pentingnya restraint dari semua pihak yang terlibat konflik. “Pihak kepolisian membutuhkan dukungan dari semua pihak dan mampu menahan diri sampai ada keputusan dari pemerintahan Kabupaten Simalungun,” ujar AKBP Marganda Aritonang dengan tegas.
Pernyataan ini disampaikan setelah Kapolres menghadiri rapat koordinasi strategis yang berlangsung pada Rabu, 24 September 2025, mulai pukul 09.00 WIB hingga selesai di Aula Balei Harungguan Djabanten Damanik, Kantor Bupati Simalungun, Kecamatan Pamatang Raya. Rapat ini merupakan upaya komprehensif untuk mencari solusi damai atas konflik yang telah berlangsung bertahun-tahun.
“Kami selalu berupaya untuk melakukan yang terbaik dan kami pastikan kami netral dalam penegakan hukum ini,” tegaskan Kapolres Simalungun menegaskan komitmen institusinya. Sikap netral ini menjadi kunci penting dalam menjaga kredibilitas kepolisian di mata semua pihak yang berkonflik.
Rapat koordinasi dihadiri oleh berbagai stakeholder strategis, antara lain Wakil Bupati Simalungun Benny Gusman Sinaga, Dandim 0227 Simalungun Letkol Inf Gede Agus Dian Pringgana, Kajari Simalungun Irfan Hergianto SH MH, dan Pasiintel Korem 022 PT Robert Situmeang. Kehadiran unsur TNI-Polri ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menangani konflik yang berpotensi mengganggu stabilitas keamanan.
Turut hadir pula Wakil Ketua DPRD Kabupaten Simalungun Jefra Manurung, Sekda Kabupaten Simalungun Mixnon Simamora, Direksi Toba Pulp Lestari Jandres Halomoan Silalahi, serta perwakilan masyarakat Lamtoras dan berbagai tokoh adat. Komposisi peserta yang lengkap ini memungkinkan dialog komprehensif dari berbagai perspektif.
Dalam rapat tersebut, PT TPL menyampaikan posisi legalnya bahwa perusahaan mendapat izin konsesi awal tahun 1992 dan di Kabupaten Simalungun mendapat izin SK 1981 tahun 2004 dengan luas 18.000 hektar. “Akibat terjadi permasalahan ini PT TPL mengalami kerugian yang sangat besar dan memohon kepada Pemkab Simalungun agar membantu menyelesaikan permasalahan ini secara adil,” ungkap perwakilan perusahaan.
Di sisi lain, perwakilan masyarakat Sihaporas yang merupakan keturunan Op. Mamotang Laut (Lamtoras) menyampaikan klaim historis mereka. “Sejak masuk Indorayon dulunya sekarang PT TPL, menyebabkan tanah kami diambil alih oleh pemerintah sehingga kami tidak dapat berladang di tanah kami,” ucap perwakilan Lamtoras. Mereka mengklaim bahwa sejak 1998 berusaha mengambil alih kembali tanah leluhur.
Namun, klaim tersebut mendapat bantahan keras dari pemangku adat Simalungun. Jan Toguh Damanik selaku cendekiawan Simalungun menyatakan, “Kami selaku pengaku adat Simalungun menyatakan dengan tegas tidak ada tanah adat yang bukan suku Simalungun di wilayah Kabupaten Simalungun ini.” Pernyataan ini menunjukkan kompleksitas sengketa yang melibatkan aspek adat dan legitimasi historis.
Dukungan terhadap posisi adat Simalungun datang dari keturunan Tuan Sipolha yang menegaskan tidak adanya tanah adat Ambarita di Sipolha. “Saya membawa surat tulisan Belanda bahwa tidak ada nama keturunan Op Mamotang Laut tertulis di surat ini,” ungkap perwakilan keturunan Tuan Sipolha dengan menunjukkan dokumen historis.
Perwakilan Partumpuan Pemangku Adat Budaya Simalungun menambahkan bahwa pernah dilaksanakan seminar tanah adat yang dihadiri LSM AMMAN dengan kesepakatan tidak ada tanah adat di Simalungun. “Pemerintah pusat pernah membalas surat Sihaporas bahwa tidak ada tanah adat di Simalungun karena tidak ada perda yang mengatur,” jelas perwakilan tersebut.
Balai Pemantapan Kawasan Hutan Medan menegaskan status legal kawasan tersebut. “Tidak ada hutan adat di Simalungun berdasarkan data Kementerian Kehutanan, dan TPL diberikan izin mengelola berdasarkan kementerian kehutanan,” ungkap perwakilan instansi kehutanan memperkuat posisi legal perusahaan.
Pastor Sittanggang sebagai tokoh agama menyerukan perdamaian. “Saya selalu menyerukan perdamaian dan agar tidak melakukan kekerasan, kita damai di tanah Simalungun,” ucap Pastor dengan penuh harapan akan terciptanya rekonsiliasi.
Dandim 0227 Simalungun mengingatkan dampak ekonomi konflik berkelanjutan. “Simalungun punya potensi yang luar biasa, jika diteruskan hal seperti ini tidak ada yang untung,” ungkap Letkol Inf Gede Agus Dian Pringgana menekankan kerugian bersama akibat konflik.
Wakil Bupati Simalungun Benny Gusman Sinaga menyampaikan komitmen pemerintah daerah. “Kami akan mempelajari secara lebih lanjut permasalahan ini untuk melakukan langkah tegas,” ucap Wakil Bupati. Pemkab merencanakan rapat lanjutan mempertemukan TPL dengan Lamtoras tanpa intervensi pihak manapun.
Rapat berakhir pukul 13.10 WIB dengan aman dan kondusif. Hingga saat ini, situasi di lokasi konflik tetap terkendali dengan personel Polres Simalungun tetap standby mengantisipasi eskalasi. Sikap netral dan tegas Kapolres Simalungun menjadi kunci menjaga stabilitas sambil menunggu solusi komprehensif dari pemerintah daerah. (*/Fred)