MEDAN II
Fraksi Partai Hanura-PKB DPRD Medan menyetujui usulan perubahan Peraturan DPRD Kota Medan No 1 Tahun 2025 tentang tata tertib (Tatib). Revisi dinilai sangat penting untuk mempastkan mekanisme kelembagaan DPRD tetap sejalan dengan pelaksanaan tugas kedewanan.
Pandangan ini disampaikan Sekretaris Fraksi Lailatul Badri dalam rapat paripurna internal pandangan Fraksi Fraksi DPRD Kota Medan terhadap penjelasan pengusul atas perubahan Perda Kota Medan No 1 Tahun 2025 tentang Tata Tertib (Tertib) di ruang paripurna gedung DPRD Medan, Selasa (23/12/2025).
Rapat dipimpin Ketua DPRD Medan Drs Wong Cun Sen didampingi Wakil Ketua DPRD Medan H Zulkarnaen dan Hadi Suhendra serta sejumlah anggota DPRD Medan.
Disampaikan Laitul Badri asal politisi PKB itu, mengharapkan agar segera dilakukan pembahasan guna penyempurnaan Tatib yang akan dipedomani.
Sebab, Tatib merupakan aturan yang menjadi dasar bagi DPRD Medan dalam melaksanakan tiga fungsi pokok yakni legislasi, penganggaran dan pengawasan. “Perubahan Tatib DPRD akan menjadi positif jika bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja DPRD dalam menjalankan tugas dan fungsinya,” sebutnya.
Wanita yang akrab disapa Lela bilang, dengan perubahan Tatib DPRD dapat dilaksanakan sosialisasi membantu penguatan Pancasila dan wawasan karakter masyarakat. Sehingga masyarakat dapat memiliki kesadaran yang lebih tinggi tentang nilai-nilai kebangsaan.
Untuk itu, perlu dilakukan penataan dalam perubahan Tatib sehingga dapat memberikan kepastian prosedural bagi setiap proses pengambilan keputusan, serta memberikan kepastian hukum. Dan penyerasian norma dengan ketentuan yang lebih tinggi.
Dilanjutkan, ada beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan dalam perubahan tatib DPRD Medan. Seperti perubahan harus meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam menjalankan tugas dan fungsi DPRD. Kemudian harus meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja DPRD dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
Bukan itu saja kata Lela, perubahan tata tertib dprd harus menjaga keseimbangan kekuasaan antara eksekutif dan legislatif. Kemudian perubahan harus diawasi sehingga tidak bertentangan dengan kepentingan masyarakat.
“Tidak boleh melanggar prinsip-prinsip demokrasi dan konstitusi, “terang Lela.
Dijelaskan, adapun yang menjadi fokus perubahan adalah pasal 100 ayat (4) yang sebelumnya menyatakan bahwa pelaksanaan kegiatan sosialisasi wawasan kebangsaan (wasbang) harus dilakukan melalui peraturan daerah. Dan di pasal 10 ayat (3) dimana terkait dengan pengharmonisasian rancangan Perda sesuai dengan undang-undang nomor 13 tahun 2022 pasal 58 dan pasal 97 huruf (d) dilaksanakan oleh instansi vertikal Kementerian atau lembaga, dan sekaligus mekanisme pembentukan panitia khusus diluar ranperda.
“Ketentuan tersebut dinilai kurang tepat dan perlu disempurnakan,” cetusnya.
Untuk itu sambung Lela, Fraksinya berpendapat perubahan pasal 100 ayat (4) dan pasal 10 ayat (3) rancangan perda memang perlu dilakukan perubahan untuk memperjelas dan menyempurnakan ketentuan yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan sosialisasi wawasan kebangsaan (wasbang).
Beberapa poin penting yang perlu diperhatikan dalam perubahan tersebut adalah, perubahan harus memperjelas mekanisme pelaksanaan kegiatan sosialisasi wasbang. Sehingga tidak ada kesalahpahaman atau penyalahgunaan wewenang.
Kemudian, perubahan harus memperjelas proses pengharmonisasian rancangan Perda, sehingga sesuai dengan undang-undang nomor 13 tahun 2022 pasal 58 dan pasal 97 huruf (d). (ROM)





