MEDAN II
Komisi XIII DPR RI mengusulkan agar konflik lahan antara PT Toba Pulp Lestari (TPL) dengan warga di kawasan Danau Toba, Sumatra Utara (Sumut), untuk dibawa ke Panitia Khusus (Pansus) Penyelesaian Konflik Agraria yang sudah dibentuk oleh DPR RI.
Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Sugiat Santoso mengatakan usulan tersebut diambil setelah mendengar langsung aspirasi perwakilan masyarakat, pemerintah daerah, aparat penegak hukum, serta manajemen PT TPL, dalam rapat dengar pendapat umum.
“Komisi XIII akan mengawal penyelesaian kasus ini hingga ke tingkat nasional melalui Panitia Khusus (Pansus) Agraria. Ini merupakan bentuk nyata kehadiran negara bagi rakyat di Danau Toba,” kata Sugiat saat dikonfirmasi, Jumat.
Ia mengatakan bahwa Komisi XIII DPR RI mendorong agar sejumlah kementerian dan lembaga terkait terlibat dalam penyelesaian konflik tersebut dengan membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF).
TGPF itu, kata Sugiat, dipimpin langsung Kementerian Hukum dan HAM RI yang melakukan koordinasi lintas lembaga bersama Komnas HAM, LPSK, dan aparat penegak hukum. Tim tersebut bertugas memverifikasi dugaan pelanggaran HAM yang dinilai bersifat struktural dan sistematis dalam pelaksanaan konsesi PT TPL.
Di sisi lain, Sugiat mengimbau seluruh pihak, khususnya aparat kepolisian dan pemerintah daerah agar mengedepankan penyelesaian sengketa dengan pendekatan nonrepresif dan berbasis HAM.
Dalam hal Sugiat mengingatkan, aparat harus menghindari penggunaan kekuatan berlebihan.
“Komisi XIII menekankan pentingnya pembukaan kembali akses jalan yang ditutup di area konsesi PT TPL untuk menjamin hak masyarakat atas pendidikan, layanan kesehatan, dan penghidupan yang layak,” kata Sugiat.
Ia juga memastikan DPR berkomitmen memperjuangkan keadilan bagi masyarakat terdampak konflik agraria di kawasan Danau Toba.
Dalam hal ini Sugiat berjanji pihaknya akan mengawal persoalan ini hingga tuntas.
Sebelumnya, Anggota Komisi VII DPR RI Bane Raja Manalu menyampaikan bahwa terjadi bentrokan antara warga dan pihak pengamanan PT TPL pada Senin (22/9) di wilayah Buttu Pengaturan, Simalungun, Sumatera Utara. Adapun warga yang terlibat konflik merupakan masyarakat adat Sihaporas. (*/ROM)