BALIGE
Cepat tanggap dan respon cepat menangani laporan pengaduan kejahatan seksual yang dilakukan calon Kepala Desa (Kepdes) berinisial TP, Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mengapresiasi kinerja Polres Toba Samosir (Tobasa).
“Sudah selayaknya lah Polres Tobasa mendapatkan penghargaan dan apresiasi atas kinerjanya dalam memberikan respon cepat dalam penanganan kasus anak khususnya kekerasan atau kejahatan seksual terhadap anak,”hal ini diucapkan Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait dalam siaran pers nya hari Jumat (22/11/2019) malam melalui pesan Whatsapp (WA).
Arist menjelaskan kasus kejahatan seksual tak henti-hentinya terjadi di Kabupaten Tobasa, Kali ini dialami korban berinisial NY (14) warga Laguboti, Kabupaten Tobasa, Sumatera Utara (Sumut). Korban NY merupakan remaja putus sekolah yang ditinggal ibunya bekerja ke luar negeri sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW).
Hasil informasi dihimpun Tim Investigasi dan Advokasi Cepat Komnas PA wilayah kerja Balige, korban dilecehkan secara seksual berulang yang diduga dilakukan oknum Calon Kepdes berinisial TP (53) di desanya.
Aksi bejadnya it itu dilakukan terduga pelaku TP dengan serangkaian bujuk rayu, tipu muslihat, janji-janji, intimidasi serta pemaksaan dengan ancaman kekerasan untuk melakukan persetubuan dengan cara sadar dan berulang kali sebanyak 12 kali.
Menurut pengakuan korban, aksi bejad pelaku dilakukan dirumah korban saat kedua orangtua korban bekerja dan tidak berada di rumah. Setiap kali usai melampiaskan nafsu bejatnya itu, pelaku selalu memberikan uang kepada korban dan adik korban sebesar Rp2.000 dengan juga mengancam untuk tidak memberitahukan kepada siapapun termasuk kepada orangtuanya.
Disamping itu, setiap pelaku hendak melampiaskan nafsu bejadnya itu, korban selalu dipaksa dan dijanjikan dibebaskan untuk tidak membayar ongkos (sewa) rumah karena orangtua korban menyewa rumah pelaku.
“Tulang itu bilang gini, kalau aku mau bermain cinta dengan Tulang itu, kami tidak perlu lagi bayar sewa rumah. Itulah kata Tulang itu,”ucap korban NY sambil mengusap air matanya. Janji-janji dan bujuk rayu itu dibenarkan T (12) adik korban. “Ia, Tulang itu ngomong gitu”, jelas T dirumahnya.
Tidak tahan atas perlakuan TP, korban dan adik nya memberitahukan peristiwa itu kepada kedua orangtuanya. Sontak mendengar peristiwa yang memalukan itu membuat S (32) ibu korban melaporkan peristiwa peristiwa itu ike Polres Tobasa.
Bersesuaian dengan ketentuan Pasal 82 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) UU RI Nomor : 17 Tahun 2016 tentang Penerapan PERPU Nomor : 01 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI Nomor : 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak junto UU RI Nomor : 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor : 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak dan pasal 292 KUH Pidana bahwa perbuatan TP telah memenuhi unsur pidana.
“Polres Tobasa tidak perlu ragu untuk menangkap dan menahan dan menjerat pelaku dengan ancaman pidana pokoknya minimal 10 tahun dan maksimal 20 tahun penjara bahkan seumur hidup serta dimungkinkan juga dikenakan hukuman tambahan berupa kebiri atau “kastrasi” lewat suntik kimia yang akan dilakukan setelah menjalani pidana pokoknya,”jelas Arist Merdeka yang turun langsung menemui korban dan keluarga korban di Porsea hari kamis (22/11/2019).
Ditambahkan Arist, demi keadilan dan kepastian hukum Tim Investigasi dan Advokasi Cepat KOMNAS Perlindungan akan mengawal proses penehakan hukumnya dan akan terus berkoordinasi dengan Penyidik Unit PPA Sat Reskrim Polres Tobasa dan aparatur penegak hukum lainnya seperti Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari dan Ketua Pengadilan Negri (PN) di Balige.
Atas peristiwa kejahatan seksual yang terus menerus dan tak hentinya terjadi di “Bonapasogit” Kabupaten Tobasa sudah saatnyalah semua pihak dan unsur di Tobasa, tokoh agama dan adat, gereja, alim ulama tokoh pemuda, organisasi sosial kemasyarakatan, media serta anggota Dewan dan pemerintah untuk tidak saling menunggu dan menyalahkan.
Tetapi hendaknya lah saling bahu membahu untuk memutus mata rantai kekeradan terhadap anak. Karena fakta dan data menunjukkan kejahatan seksual terus saja meningkat sehingga TOBASA sudah berada pada situasi dan tingkatan Darurat Kekerasan Seksual Terhadap anak. Situasi ini telah terbukti bahwa hampir 52% kasus anak yang dilaporkan ke Polres Tobasa didominasi kasus pencabulan dan atau kekeradan seksual terhadap anak.
“Beruntunglah Polres Tobasa selalu cepat dan tanggap setiapkali ada laporan atas peristiwa kejahatan terhadap anak di wilayah hukum Tobasa,”tambahya.
Jika kita diam atas kejahatan kemanusiaan disekitar kita, padahal anak membutuhkan pertolongan dan kehadiran kita, maka sama artinya kita ikut serta membiarkan terjadinya kejahatan terhadap anak. Jika kita biarkan situasi ini, sama artinya kita melukai hati anak dan membiarkan kehidupan anak terancam punah (lost generation).
“Saya tidak bisa membayangkan jika ini terjadi di Bonapasogit sementara TOBASA adalah wilayah religius serta menjungjung tinggi nilai-nilai, adat “dalihan natolu”, beradab, beradat dan bermartabat. “Jangan sampai “Iblis menang saat orang baik berdiam diri” (Evil Wins When Good People do nothing),” kata Arist Merdeka Sirait mengakhiri.
Penulis/Editor : Freddy Siahaan
Discussion about this post