MEDAN II
Persidangan kasus dugaan suap proyek peningkatan jalan senilai Rp165 miliar di Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta), Sumatera Utara yang menjerat Topan Obaja Ginting ( TOP), kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu (8/10).
Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Khamozaro Waruwu menghadirkan tiga saksi, yakni Ryan Muhammad dan Bobby Dwi Kusoktavianto, keduanya staf UPTD Gunungtua di Dinas PUPR Provinsi Sumut. Sementara, Alexander Meliala, tenaga ahli dari PT Barakosa sebagai konsultan perencana.
Dalam persidangan tersebut, saksi Ryan Muhammad mengungkapkan bahwa terdakwa Muhammad Akhirun Piliang alias Kirun selaku Direktur Utama PT Dalihan Natolu Group (DNG), membayar Rp450 juta kepada Rasuli sebagai biaya untuk memenangkan proyek peningkatan jalan senilai Rp96 miliar.
Dalam persidangan itu, Ryan mengaku disuruh eks Kepala UPTD PUPR Gunung Tua Rasuli Efendi meminta uang klik’ e-Katalog ke terdakwa Akhirun sebesar 0,5 persen dari nilai kontrak.
Ryan menyebut dirinya mengenal Rasuli sejak bertugas di UPTD Gunungtua.
Ia mengatakan Rasuli ditunjuk sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sekaligus anggota tim e-Katalog.
Menurut Ryan, Rasuli bersama mantan Kepala Dinas PUPR Sumut Topan Ginting berperan penting dalam menentukan pemenang dua proyek, yakni peningkatan Jalan Hutaimbaru–Sipiongot dan Jalan Sipiongot–Batas Labuhanbatu.
“Setelah kegiatan off-road bersama Gubernur, Rasuli bilang kemungkinan Pak Kirun pemenang dua proyek itu atas perintah Topan,” ujar Ryan di hadapan majelis hakim.
Tak sampai disini, Ryan juga membeberkan juga turut diminta menanggung biaya kendaraan, bahan bakar, serta akomodasi untuk rombongan tim media.
“Saya diminta mencari kendaraan untuk tim media Gubernur Sumut dan menanggung biaya BBM serta akomodasi. Semua biayanya dibayarkan Pak Rasuli,” ungkap Ryan di hadapan majelis hakim yang diketuai Khamozaro Waruwu.
Sementara itu, saksi Bobby Dwi Kusoktavianto, staf UPTD yang juga pemegang akun dan kata sandi e-Katalog sejak Mei 2025 mengaku membantu Rasuli dalam proses penayangan proyek di e-Katalog pada 26 Juni 2025.
“Perintah klik datang dari Rasuli dan Ryan atas instruksi Topan. Sudah diberitahu sebelumnya bahwa pemenangnya Kirun,” ujar Bobby.
Kesaksian lainnya datang dari Alexander Meliala, tenaga ahli dari PT Barakosa, yang terlibat dalam penyusunan perencanaan proyek. Ia mengaku diminta terdakwa Kirun untuk melakukan penghitungan ulang nilai proyek dari Rp108 miliar menjadi Rp96 miliar setelah beberapa item pekerjaan dikurangi.
Ketua majelis hakim Khamozaro Waruwu menegaskan, penggunaan dana proyek untuk kepentingan kelompok di luar struktur resmi pemerintah merupakan bentuk penyalahgunaan anggaran publik.
“Kalau benar dana proyek dipakai untuk kegiatan tim pribadi atau media bapak gubernur, itu penyimpangan berat. Ini bukan urusan survei teknis lagi,” tegasnya.
Jaksa Penuntut Umum KPK, Eko Wahyu, menyatakan akan menelusuri lebih lanjut keterangan saksi, terutama terkait dugaan aliran dana proyek ke pihak non-resmi. (ROM)