MEDAN II
Adanya keputusan penetapan 5 hari belajar dalam seminggu oleh pemerintah mendapat kritikan dari anggota Komisi 2 DPRD Kota Medan, Binsar Simarmata.
Ia mengatakan berkurangnya kegiatan sekolah, maka akan berpotensi menambah kenakalan remaja. Karena waktu mereka berkumpul dan bergaul semakin banyak.
“Untuk kegiatan belajar selama seminggu aja geng motor dan tawuran sudah banyak, apalagi dikurangi jam sekolah, bisa berpotensi bertambahnya kenakalan remaja. Kalau mereka yang rajin belajar mereka pasti belajar di rumah, tapi yang suka main-main mestinya jam belajarnya ditambah untuk mempersempit waktu keluyuran,” kata Binsar kepada wartawan, Rabu (4/6/2025).
Kata, politisi Perindo itu bahwa kebijakan tersebut akan mempengaruhi pendapatan supir angkutan umum, beca dan UMKM.
Karena, menurut Binsar biasanya di hari Sabtu ada penumpang anak sekolah jadi tidak ada lagi. Padahal, operasional angkot selama ini sudah banyak tergerus kehadiran ojek online, dengan belajar 5 hari selama seminggu penghasilan sopir angkot dan beca pasti berkurang.
“Begitu juga penghasilan UMKM seperti pejaja makanan dan minuman di sekolah. Mereka pasti tidak berjualan di hari Sabtu, pasti omzetnya berkurang, perputaran ekonomi terganggu,” ucapnya.
Sebelumnya, untuk mencegah tawuran, penyalahgunaan narkoba, dan keterlibatan pelajar dalam geng motor, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara (Sumut) melalui Dinas Pendidikan (Disdik) Sumut akan menerapkan sistem sekolah lima hari mulai tahun ajaran baru 2025/2026.
Program ini akan mulai diterapkan secara serentak pada seluruh SMA, SMK, dan SLB di Sumatera Utara mulai akhir Juli 2025.
Keputusan itu mengacu kepada aturan soal pelaksanaan jam belajar tercantum dalam Peraturan Menteri (Permen) Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah. Pada pasal 2, disebutkan bahwa hari sekolah dilaksanakan 8 jam dalam 1 hari atau 40 jam selama 5 hari dalam seminggu. (ROM)





