JAKARTA
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten Toba Samosir (Tobasa) gagal paham dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pembela negara bahkan melecehkan kerja keras penyidikan dan penyelidikan Polres Tobasa serta penghinaan terhadap peran dan tugas Komnas Perlindungan Anak terutama pelecehan terhadap korban dan keluarga korban.
Demikian disampaikan Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait kepada sejumlah media menanggapi prilaku Jaksa atas dihentikannya perkara tindak pidana kekerasan seksual yang dilakukan TP terhadap anak di desa Sitoluama Laguboti, Kabupaten Tobasa, Provinsi Sumatera Utara (Sumut) dari kantornya di Jakarta Timur.
Atas kerja keras Polres Tobasa dan para pegiat perlindungan termasuk peran media untuk mengungkap tabir kekerasan seksual dengan berulang perbaikan yang dilakukan Polres atas petunjuk Jaksa akhirnya Jaksa menyatakan perkara sudah lengkap dan P21 dan siap menyusun tuntutan (Runtut).
Namun sayangnya Kajari berdalih perkara TP yang sudah dinyatakan lengkap dan P21 ternyata dihentikan dan membebaskan tersangka yang sudah sempat ditahan saat Polres Tobasa menyerahkan berkas perkara dan alat bukti serta tersangka kepada Jaksa hanya karena korban mencabut perkara dan damai disinyalir dengan transaksi uang antara pelaku dan keluara korban melalui jasa-jasa pihak lain.
Lebih jauh Arist menjelaskan penghentian dan tidak meneruskan tuntutan Jaksa ke pengadilan atas perkara kekerasan seksual terhadap anak yang diderita NY (15) anak miskin putus sekolah yang dinyatakan oleh Jaksa sendiri sudah lengkap adalah tindakan tidak terpuji, melecehkan korban dan merupakan tindak kejahatan terhadap harkat dan martabat kemanusiaan.
“Patutlah Kajari diberhentikan dari Jabatannya sebagai Kajari dan sebagai Kasipidum atas perkara ini,”jelasnya.
Arist menambahkan, seharusnya Jaksa membela korban dan menuntut maksimal pelaku atas perbuatannya dengan ancaman atau tuntutan hukum yang maksimal. Bukan justru membebaskan pelaku dan menyakiti proses hukum korban..
Suatu pertanyaan dan kecurigaan yang mendasar ada apa dibalik transaksi korban dan pelaku serta sikap dan prilaku Jaksa atas perkara ini. Apakah Jaksa dan timnya sudah “Masukj Angin” sehingga perkara tindak pidana luar biasa ini tidak diteruskan ke tingkat pengadilan?
Untuk kasus yang sengaja melanggar tujuan dari Undang-undang (UU) Nomor : 17 tahun 2016 tentang penerapan Perpu Nomor : 01 tahun 2016 mengenai perubahan kedua atas UU Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak serta komitmen pemerintah berdasarkan Inpres Nomor 5 tahun 2014 tentang Gerakan Nasional menentang Kejahatan Seksual terhadap Anak (GN-AKSA) dan komitmen Kejaksaan Agung terhadap kasus-kasus kejahatan seksual yang telah dinyatakan kengkap dan P21 berdasarkan UU nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) tidak dapat dihentikan karena kejahatan seksual masuk kategori tindak pidana khusus dan luar biasa merupakan wajib diselesaikan dengan cara luar biasa serta demi keadilan bagi korban.
Jadi apa yang dilakukan Kajari bersama dengan kasipidum Kejari Tobasa sangat disayangkan karena merupakan sebuah pelecehan terhadap harkat dan martabat korban sebagai anak dan pelecehan dan pengabaian terhadap ketentuan Undang-undang yang mengatur tentang keadilan bagi korban.
Oleh karena itu, Arist menegaskan Komnas PA sebuah lembaga atau institusi Perlindungan Anak yang memberikan pembelaan dan Perlindungan Anak di Indonesia merekomendasikan kepada Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu )untuk segera mengusulkan atau merekomendasikan kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk membebastugaskan dari jabatannya sebagai Kajari Tobasa.
Tidak itu saja, Komnas PA bersama Tim Investigasi dan Advokasi Terpadu Komnas Anak dan para pegiat Media di Tobasa, akan segera memberikan bukti-bukti menekan korban dan keluarganya dan transaksi uang serta bukti-bukti otentik atas latarbelakang rekayasa penghentian perkara ini.
“Komnas PA Minta Kejatisu Merekomendasikan ke Kejagung untuk membebas tugaskan Kajari Tobasa,”kata Arist Merdeka Sirait mengakhiri.
Sumber : Komnas PA, Editor : Freddy Siahaan