MEDAN
Sebagai kota terbesar ketiga di Indonesia dan gerbang internasional, kasus perdagangan orang sangat potensial terjadi di Kota Medan. Karenanya, Peraturan Daerah (Perda) Kota Medan No 3 Tahun 2017 tentang Pencegahan dan Penanganan Korban Perdagangan Orang, merupakan senjata strategis untuk mencegah warga Medan jadi korban perdagangan orang.
Dengan demikian perda yang disahkan DPRD Medan ini perlu terus disosialisasikan agar warga Kota Medan paham dan mengerti apa yang harus dilakukan ketika menghadapi kasus-kasus perdagangan orang yang terjadi di wilayahnya.
“Kota Medan ini merupakan kota ketiga terbesar di Indonesia. Dan di kota ini juga hadir perusahaan penyalur jasa tenaga kerja baik yang resmi maupun tidak. Dimana, umumnya selalu masyarakat diiming-imingi bekerja ke luar negari dengan janji, tapi faktanya tidak sesuai apa disampaikan dari awal.
Maka masyarakat harus benar-benar teliti dan paham bila mau bekerja ke luar negeri. Jangan sampai menjadi korban perdagangan orang,” kata anggota DPRD Medan, Robi Barus dalam sosialisasi Produk Hukum Daerah Kota Medan No.3 Tahun 2017, Senin (17/1) di Jalan.S.Parman /Lorong Baru, Kecamatan Medan Baru.
Politisi PDI Perjuangan tersebut menambahkan dengan sosialisasi tersebut merupakan langkah yang sangat positif khususnya bagi warga Kota Medan yang masih belum mengerti persoalan perdagangan orang.
“Perda ini sudah sangat mewakili warga karena Medan merupakan kota besar yang memungkinkan terjadinya kasus trafficking,” kata Robi.
Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Medan ini menjelaskan, Perda Nomor 3 Tahun 2017 merupakan payung hukum bagi Pemko Medan dalam melindungi warganya, khususnya anak-anak dan perempuan, dari praktik perdagangan orang. Selain itu, kondisi Kota Medan yang sangat potensial sebagai daerah transit dan tujuan perdagangan orang menjadikan kehadiran produk hukum ini sangat tepat.
Lebih lanjut , Robi memaparkan, Perda Kota Medan Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencegahan dan Penanganan Korban Perdagangan Orang juga merupakan amanah UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, yang mewajibkan pemerintah daerah membuat kebijakan program, kegiatan dan mengalokasikan anggaran untuk melaksanakan pencegahan penanganan masalah perdagangan orang.
Perda yang terdiri dari 26 bab dan 22 pasal itu mengatur upaya pencegahan, pembinaan, pengawasan, hak dan kewajiban masyarakat, serta sanksi administratif hingga ketentuan pidana.
Contoh, pasal 21 mengatur, setiap orang dengan korporasi yang melakukan dan turut melakukan, membantu melakukan, mencoba melakukan dan/atau mempermudah terjadinya perdagangan orang dikenakan sanksi pidana yang mengacu kepada UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Kegiatan ini sendiri ditutup dengan sesi tanya jawab akan sejumlah persoalan yang dihadapi oleh masyarakat , serta diberikan souvernir serta pemberian BPJS Kesehatan warga yang sudah diurus oleh tim Irmadi Robi Center (IRC).
Penulis : ROM
Editor : Freddy Siahaan