MEDAN II
Pansus Kawasan Tanpa Rokok (KTR) DPRD Medan belum dapat menetapkan sanksi pidana dan sanksi administrasi yang dikenakan kepada pihak yang melanggar peraturan daerah.
Hal itu terungkap dalam Rapat Pansus KTR yang dipimpin Ketua Pansus KTR
Dr.Dra. Lily, MBA. MH didampingi wakil ketua Tia Anggraeni, anggota Pansus seperti Henry Jhon Hutagalung, Binsar Simarmata, Reza Fahlevi Lubis dan Sri Rezeki, Senin (22/9/2025) di Ruang Komisi 2 DPRD Medan.
Hadir juga Janlie dan Pinpin dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Kota Medan sebagai mitra kerja, dari Dinas Kesehatan, Bagian Hukum Pemko dan Satpol PP.
Ranperda KTR ini adalah untuk merevisi Perda Nomor 3 Tahun 2014 tentang KTR. Perda ini direvisi karena ada rokok elektrik yang juga harus diatur dalam Perda.
Dr Lily mengungkapkan, sesuai PP Nomor 28 tahun 2024 tentang kesehatan disebutkan, untuk iklan rokok tembakau dan elektrik tidak boleh diletakkan dalam radius 500 meter di luar satuan pendidikan dan tempat bermain anak. Untuk soal jarak sepertinya tidak ada masalah, hanya sanksi pidana dan administrasi yang masih dalam perdebatan.
Namun, pada Perda sebelumnya, ada sanksi pidana dan administrasi bagi orang dan badan jika melanggar Perda. Bagi orang yang melanggar Perda bisa dipidana selama 3 hari kurungan atau denda Rp 50.000. Sedangkan badan atau perusahaan yang melanggar Perda akan dikenakan pidana 7 hari kurungan atau denda Rp 5 juta.
Sementara dalam draf Ranperda perubahan sanksi pidananya sudah dihilangkan dan sanksi administrasinya dikurangi jadi Rp 20 ribu.
Tidak Membebani Pelaku Usaha
Ditempat yang sama Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Kota Medan meminta legislatif dalam menyusun Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Raperda KTR) agar tidak menekan dan membebani pelaku usaha.
Pin Pin salah satu anggota APINDO Kota Medan mengatakan bahwa pihaknya bukanlah anti-regulasi, tapi berharap Raperda KTR Medan yang lahir ke depan dapat menjadi regulasi yang adil, berimbang dan implementatif.
“Selama ini, apapun peraturan yang dibuat pemerintah, kami selalu mematuhi. Di sisi lain, peredaran rokok ilegal yang terang-terangan terjadi di depan mata tidak bisa ditangani oleh pemerintah dan penegak hukum. Industri rokok selama ini mendapatkan perlakuan (aturan) yang sangat memberatkan. Kami taati aturannya, tapi yang jadi masalah itu industri kita dirusak oleh rokok-rokok ilegal. Kami sudah udah melapor kemana-mana tapi tidak ada hasilnya ,” katanya.
Sambung, Pin Pin agar Raperda KTR Medan harus adil, berimbang dan tidak melebihi wewenang regulasi di atasnya, yakni Peraturan Pemerintah (PP) No 28 Tahun 2024.
“Kami juga berharap Raperda KTR harus mempertimbangkan keberlangsungan pedagang kecil dan retail di Kota Medan. Aturannya jangan keras-keras. Kasihani pedagang kecil, UMKM, dan retailer, jangan ada larangan-larangan penjualan yang memberatkan,”katanya.
Sedangkan, Doni dari Satpol PP mengatakan, Satpol PP Medan belum memiliki penjara bagi pihak-pihak yang melanggar Perda.
Terlebih lagi, Satpol PP akan menanggung makan dan minum bagi yang orang yang dipidana penjara terkait KTR.
Dari pihak Dinas Kesehatan menyarankan agar ditetapkan sanksi administrasi saja. Karena penjara harus melibatkan aparat penegak hukum seperti polisi, kejaksaan dan pengadilan yang tentu ada biaya yang harus dikeluarkan. Justru akan jauh lebih besar biaya untuk memproses terdakwa KTR dibanding sanksi administrasinya.
Karena belum ada kesepakatan maka Pansus menskors rapat dan dilanjutkan pada rapat Pansus pekan depan. (ROM)