JAKARTA
Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnasa PA) menilai kebijakan penetapan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) tidak berperspektif dan sensitif pada kepentingan terbaik anak serta hak anak atas perlindungan sesuai dengan ketentuan Konvensi Internasional PBB tentang Hak Anak tahun 1989 maupun UU RI No..35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Hal ini disampaikan Ketua Umum Komnas PA, Arist Merdeka Sirait dalam siaran pers nya Hari Jumat (17/4/2020) melalui pesan Whatsapp (WA).
Arist menjelaskan, sesungguhnya setiap negara yang menyatakan bencana alam dan non alam sebagai bencana nasional, adalah kewajiban suatu negara untuk menetapkan sebuah kebijakan sistim layanan kedarutan termasuk layanan kedaruratan bagi anak untuk mendapatkan jaminan mendapat layanan kesehatan dan makanan serta layanan pendidikan dengan menggunakan sistim kedarutan.
Namun bila dicermati lebih jauh lagi ternyata tidak ada satu kata pun aturan atau kebijakan PSBB yang memberikan orientasi jaminan perlindungan terhadap pelanggaran hak anak sebagai layanan kedarutan. Sekali pun anak sebelum ditetapkannya kebijakan PSBB sebagai layanan kedarutan nasional untuk tujuan memutus mata rantai penyebaran Pandemi Covid 19, anak sudah diminta jauh sebelumnya untuk tinggal, belajar, bermain dan beribadah dirumah. Namun tidak diikuti pemenuhan hak-hak dasar lainnya, seperti pemberian makanan bergizi meningkatkan kekebalan (immunity) tubuh anak melawan serangan wabah corona.
Sementara bantuan sosial kemanusiaan dalam bentuk pemberiaan sembako kepada masyarakat hanya berorintasi pada kebutuhan orang dewasa. Kebutuhan dasar berupa makanan untuk meningkatkan kekebalan tubuh anak dari serangan wabah Corona misalnya terabaikan.
Disamping itu, Arist menjelaskan pengabaian dan tidak sensitifnya kebijakan PSBB terhadap perlindungan anak juga terlihat dari tidak dikabarkannya atau tersedianya data tekonfirmasi setiap hari berapa usia anak baik laki-laki dan perempuan yang positif terinfesi wabah Covid 19 dan berapa jumlah anak laki-laki dan perempuan meninggal berdasarkan usia sekolah balita dan diatas balita dan berapa usia anak yang sembuh dari serangan pandemi Covid 19.
Minimnya data yang terkonfirmasi ini membuktikan bahwa terabaikannya hak dasar anak termasuk hak anak untuk mendapat makanan dan kesehatan sebagai negara dalam bencana nasional. Padahal kita membutuhkan data terkonfirmasi agar masyarakat dan pemerintah untuk dipakai menentukan arah dan kebijakan yang berorirntasi berkelanjutan dan sensitif pada anak.
Untuk menjalankan kewajiban nasional agar anak dirujuk untuk “stay and learning at home” dampaknya anak sudah mulai merasakan bosan dan tidak betah dirumah, stres dan depressi. Disamping itu, anak sudah mulai merindukan sahabat-sahabatnya untuk bertemu, berbincang dan belajar bersama sambil bermain di sekolah, namun kerinduan itu tidak bisa terealisasi karena kewajiban belajar dirumah harus dijalankan. Keadaan ini juga harus menjadi perhatian dalam menentukan kebijakan PSBB.
Dampak lain, yang harus dipikirkan juga adalah dengan diberlakukan kebijakan tinggal dan belajar dirumah semua tugas-tugas sekolah wajib diambil ahli oleh orangtua, sementara guru hanya memberikan tugas-tugas melalui media online dan terasa monoton dan membosankan sehingga ada banyak orangtua gagal fokus terhadap kerja.
“Pembatasan hak anak bermain, memunculkan kenakalan baru bagi anak. Untuk mengusir rasa jenuh dan bosan, banyak anak ditemukan bermain di pusat-pusat layanan internet untuk bermain game online akibatnya anak berpotensi menjadi korban kekerasan selama “Stay at home”,jelas Arist.
Lalu apa yang harus dilakukan para orangtua atau keluarga agar bisa terhindar tidak menjadi pelaku kekerasan terhadap anak, mendesak para orangtua dan keluarga menggunakan momen kebijakan tinggal dan belajar bersama di rumah akiba pandemi Covid 19 mengubah paradigma pola pngasuhan yang selama ini otoriter mengubah dan menjadikan pola pengasuhan dialogis dan partisipatif dan dengan sendirinya akan terbangun rumah yang ramah dan bersahabat bagi anak.
Untuk penyelenggaraan pelaksanaan pendidikan dirumah sudah saatnya menggunakan proses belajar dan mengajar menggunakan sistim pendidikan kedaruratan sesuai amanat dari Konvensi PBB tentang Hak Anak dan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional dan dengan sendirinya tidak ada lagi tugas-tugas sekolah yang dibebankan kepada anak secara berlebihan selama anak tinggal dan belajar dirumah.
“Demikian juga selama anak belajar di rumah guru tidak lagi menerapkan standar-standar pendidikan nenentukan kelulusan dengan menerapkan Ujian Nasional. Dengan demikian dalam situasi darurat seperti ini tidak ada peserta didik yang dinyatakan tidak naik dan atau tidak lulus. Inilah salah satu salah satu implementasi dari sistem pendidikan kedaruratan selama anak belajar di rumah,”kata Arist.
Lebih jauh Arist Merdeka menambahkan adalah penting agar mendapatkan data yang terkonfirmasi berapa jumlah anak yang positif terinfeksi Virus Corona usia klasifikasi anak dan berapa jumlah anak yang meninggal dan yang sembuh baik laki-laki dan perempuan usia anak dari serangan pandemi Covid 19. Harus diingat bahwa data sangat diperlukan untuk menentukan arah kebijakan Perlindungan anak dari serangan wabah Covid 19.
Oleh sebab itu, Arist menegaskan Komnas PA sebagai lembaga memberikan perlindungan bagi anak di Indonesia mengharapkan Gugus tugas Nasional Penanganan Pandemi Covid 19 setiap melaporkan perkembangan seranganb wabah Corona untuk memberikan data-data yang terkonfirmasi berapa jumlah anak yang terpapar virus Corona atau meninggal dunia atau juga sembuh berdasarkan kladifikasi usia.
Kemudian menyeruhkan, meminta dan menugaskan semua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) se-Nusantara untuk memulai mendata di masing-masing daerah pelayanannya untuk mendapatkan data-data akurat dan terkonfirmasi berapa jumlah anak terpapar wabah Covid 19, meninggal dan sembuh sebagai data yang ter konfirmasi.
“Sudah banyak anak yang dilaporkan dalam posisi terinfeksi Virus Corona diberbagai daerah seperti di Kutai Timur, di Kabupaten Samosir dan Manado. Ayo kita selamatkan Anak Indonesia dari serangan wabah Covid 19. Anak Indonesian Tangguh dan Merdeka!”kata Arist Merdeka Sirait mengakhiri.
Penulis : Ril, Editor : Freddy Siahaan