MEDAN II
Mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumatera Utara, Topan Obaja Putra Ginting ( TOP) menghadiri sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan, Kamis (2/10/2025).
Ia hadir sebagai saksi kunci dalam kasus dugaan suap proyek jalan yang menjerat dua kontraktor besar di Sumut.
Topan Ginting hadir bersama Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut, Rasuli Efendi Siregar, untuk memberikan kesaksian terkait praktik dugaan suap yang melibatkan proyek infrastruktur jalan.
Sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Medan itu agenda pemeriksaan saksi-saksi dalam perkara yang menjerat dua terdakwa, yakni: Muhammad Akhirun Piliang, Direktur Utama PT Dalihan Na Tolu Grup (DNTG) dan Muhammad Rayhan, Direktur PT Rona Na Mora (RNM)
Keduanya merupakan kontraktor yang menggarap proyek jalan senilai Rp 165 miliar di Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta), Sumatera Utara (Sumut), kembali menghadirkan fakta baru.
Di persidangan Kepala UPTD Gunung Tua, Rasuli Effendi Siregar, yang juga berstatus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), mengaku mendapat perintah langsung dari mantan Kepala Dinas PUPR Sumut, Topan Obaja Ginting, untuk memenangkan perusahaan milik terdakwa Akhirun Piliang alias Kirun.
Rasuli menjelaskan bahwa instruksi itu terkait dua proyek besar, yakni pembangunan Jalan Sipiongot–Batas Labuhanbatu senilai Rp 96 miliar dan Jalan Hutaimbaru–Sipiongot senilai Rp 69,8 miliar.
Keduanya dimenangkan oleh CV Dalihan Na Tolu Grup (DNG) dan PT Rona Mora yang dipimpin Akhirun Piliang serta putranya, Rayhan Piliang.
“Pak Topan perintahkan supaya kedua perusahaan milik terdakwa Kirun ditetapkan sebagai pemenang. Setelah selesai saya laporkan, beliau hanya bilang: ‘mainkan’,” kata Rasuli di hadapan majelis hakim diketuai Khamozaro Waruwu.
Rasuli menuturkan, setelah menerima instruksi tersebut dirinya memanggil stafnya, Rian dan Bobby Dwi, untuk menyiapkan dokumen pendukung perusahaan terdakwa. Pengumuman pemenang kemudian dimuat di e-katalog pada 26 Juni 2025 malam.
Sambung, Rasuli mengaku menerima uang Rp 50 juta melalui transfer dua tahap dari Rayhan Piliang. Uang itu disebut sebagai biaya untuk mempersiapkan dokumen perusahaan Kirun agar dapat keluar sebagai pemenang tender.
“Benar, ada dua kali transfer, Rp20 juta dan Rp30 juta,” ujarnya.
Meski demikian, Rasuli mengaku belum menerima success fee sebagaimana biasanya.
“Umumnya saya dapat 1 persen dari nilai proyek yang dikerjakan rekanan. Untuk proyek jalan ini belum pernah saya terima,” ucapnya.
Sementara itu, Topan Obaja Ginting membantah keras kesaksian tersebut.
Ia mengatakan tidak pernah memberi instruksi agar perusahaan Kirun dimenangkan dalam lelang.
“Pemenang tender itu urusan PPK. Saya tahu hasilnya setelah dilaporkan,” ujar Topan yang merupakan orang dekat Bobby Nasution.
Meski demikian, Topan tidak menampik pernah empat kali bertemu dengan Kirun.
Ia menyebut ada empat kali pertemuan, antara lain di sebuah kafe, di City Hall Medan, Kantor Disperindag dan ESDM, serta saat survei proyek di Sipiongot.
Topan mengaku perkenalan dengan Kirun difasilitasi oleh Yasir Ahmadi, mantan Kapolres Tapanuli Selatan.
Dalam salah satu pertemuan di City Hall, Topan mengatakan ada pembicaraan soal izin galian C milik Kirun.
Ia mengklaim sempat ditawari Rp 50 juta namun menolaknya. “Saya tolak karena izinnya sudah saya teken,” ungkapnya.
Selain urusan galian C, menurut Topan, pertemuan dengan Kirun dan AKBP Yasir Ahmadi juga menyinggung rencana pelaksanaan proyek jalan serta persoalan pribadi anak Kirun yang ingin melanjutkan pendidikan ke Fakultas Kedokteran di UNDIP Semarang. (ROM)