MEDAN
Bidang Profesi dan Pengamanan (Bid Propam) Polda Sumut (Poldasu) menggelar Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terhadap AKP M.Karo-Karo dan Bripka M Dimpos Situmorang, Jumat (7/10/2022).
Sidang tertutup itu digelar di ruang sidang gedung Bid Propam Poldasu.
Sidang KKEP dipimpin Kasubbidwabprof Bid Propam Poldasu AKBP Dadi Purba itu, menjatuhi hukuman demosi, mutasi tiga tahun dan pembinaan 1 bulan kepada AKP M.Karo-karo. Sedangkan Bripka M Dimpos Situmorang demosi, mutasi 5 tahun dan pembinaan 1 bulan.
Mereka dinilai melakukan perbuatan tercela dengan pelanggaran kode etik profesi Polri sesuai pasal 7 ayat (1) huruf c Peraturan Kapolri nomor 14 tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri dalam menangani laporan polisi nomor: LP/723/K/IV/2-18/SPKT Restabes Medan tanggal 16 April 2018, yang mana mereka melakukan penahanan terhadap orang yang dinilai tidak bersalah, bahkan sepatutnya menjadi korban.
Kabid Humas Poldasu, Kombes Hadi Wahyudi menanggapi sidang KKEP terhadap dua anggota Polrestabes Medan itu mengatakan, setiap anggota yang melakukan kesalahan ataupun pelanggaran pasti ditindak tegas, seperti halnya yang dilakukan terhadap AKP M.Karo-karo dan Bripka M.Dimpos Situmorang.
“Bapak Kapoldasu selalu mengingatkan agar setiap anggota tidak bermain-main dalam menangani suatu kasus, apalagi melakukan kesalahan. Tindakan tegas akan selalu menanti,” kata Hadi, Minggu (9/10/2022).
Juru bicara Poldasu itu menegaskan, setiap keputusan sidang harus dihormati. Diharapkan putusan sidang itu dapat menjadi efek jera bagi anggota yang melakukan pelanggaran.
Diketahui, AKP M.Karo-karo dan Bripka M Dimpos Situmorang dilaporkan pemilik UD NSP, Edwin (42), warga Jalan Brigjen Katamso Medan ke Propam Poldasu.
Kedua anggota Bhayangkara itu dilaporkan karena tidak professional bahkan diduga mengkriminalisasi dirinya dalam menangani laporan FT yang mengaku kuasa dari AS Direktur PT ABL dengan laporan polisi nomor:LP/723/K/IV/2018/SPKT Restabes Medan tanggal 16 April 2018.
“Awalnya, saya dilaporkan pihak PT ABL ke Polres Batubara dalam kasus penipuan, namun karena tidak ditemukan unsur pidana akhirnya laporan SP3,” kata Edwin.
Kemudian, pihak PT ABL melaporkan lagi dalam kasus yang sama ke Polrestabes Medan dan oleh penyidik, laporan yang tidak disertai bukti yang kuat diterima dan diproses hingga ke penyidikan.
“Saya dilaporkan melakukan penipuan tanpa bukti yang jelas. Namun, selaku panit dan plt Kanit dengan penyidik pembantu memaksakan laporan hingga naik ke penyidikan,” kata Edwin.
Dia menduga kuat kalau kedua oknum polisi itu ada menerima sesuatu dari perusahaan yang melaporkannya agar laporan dapat diterima dan ditindaklanjuti.
Edwin mengaku telah membawa seluruh bukti-bukti pembayaran. Bahkan, pembayaran barang melebihi dari tagihan karena pihak PT ABL mengirim faktor bon penagihan barang yang sama sekali tidak diterimanya yang kemudian diketahui barang dimaksud tidak pernah dikirim PT ABL.
Namun saat itu, Bripka M Dimpos Situmorang tidak memperdulikan bukti-bukti tersebut. Bahkan, kata Edwin, Bripka M Dimpos Situmorang menghardik bukti pembayaran lunas tidak diperlukan.
“Dihitung dari bon faktur, saya masih memiliki kelebihan pembayaran sekitar Rp 80 juta,” aku Edwin.
Akibatnya, Edwin ditahan 2 bulan di RTP Polrestabes Medan dan 3 bulan dalam tahanan kejaksaan.
Namun, dalam persidangan di PN Medan, hakim memutus bebas Edwin karena tidak terbukti melakukan penipuan.
Bahkan, dalam putusan bebas perkara pidana nomor.440/Pid.B/2019/PN Medan tanggal 7 Mei 2019 yang dibacakan hakim ketua Tengku Oyong SH menyatakan, seharusnya Edwin yang menjadi korban.
“Berdasarkan putusan bebas itu, saya melaporkan AKP MK dan Bripka MDS ke Propam Poldasu,” sebut Edwin.
Kemudian, kata Edwin lagi, atas dasar putusan bebas tersebut, dirinya balik melaporkan Direktur PT ABL ke Polrestabes Medan dalam kasus memberikan keterangan palsu, namun ditolak dengan alasan pihak PT ABL masih melakukan gugatan perdata.
Penulis : ROM)l
Editor : Freddy Siahaan