JARINGAN prostitusi online yang melibatkan tujuh orang mahasiswi dan seorang germo (mucikari) berhasil diungkap Personel Reskrim Polresta Banda Aceh. Mereka dipaparkan dalam konferensi pers di Mapolresta Banda Aceh pada Jumat (23/3) kemarin.
Tujuh mahasiswi tersebut, yakni AYU (28), CA (24), RM (23), DS (24), RR (21), IZ (23), dan MU (23). Mereka terlihat memakai masker saat dihadapkan petugas kepada wartawan. Sementara sang germo berinisial MRS terlihat mengenakan sebo dan memakai baju tahanan.
Terbongkarnya praktik esek-esek yang menggunakan wahana dunia maya ini berawal saat polisi mendapat laporan dari warga. Polisi pun langsung bergerak cepat dengan melakukan penyamaran guna mengungkap kebenaran informasi tersebut.
“Awalnya polisi mendapat laporan dari warga dan kemudian petugas kami mencoba menghubungi nomor ponsel yang memang menyediakan jasa prostitusi. Gayung bersambut, petugas kami pun dijanjikan mendapat layanan prostitusi di sebuah hotel di kawasan Aceh Besar. Benar saja, setiba di sana, petugas dipertemukan dengan dua perempuan belia dengan tarif Rp 4 juta,” jelas Trisno di Mapolresta Banda Aceh, mengutip Kompas.com, Kamis (24/3).
Dijelaskan Trisno, praktik menjajakan wanita-wanita muda tersebut dilakukan MRS melalui pesan singkat WhatsApp (WA). Setelah polisi berhasil meyakinkan, MRS kemudian mengirim beberapa foto kepada polisi yang menyamar sebagai pelanggan. Ketika itu, polisi memesan dua PSK berinisial AYU dan CA.
Setelah harga cocok, transaksi selanjutnya dilakukan di sebuah hotel di kawasan Aceh Besar. Polisi saat itu menyerahkan uang Rp 4 juta untuk menyewa dua PSK. Seusai transaksi, seorang PSK langsung diamankan, sedangkan MRS ditangkap di area parkir.
“Pria bernama MRS alias An ini bertindak sebagai mucikari, dan petugas kami menyerahkan uang kepadanya. An berhasil kami tangkap saat ia akan meninggalkan hotel dan langsung disergap petugas saat berada di tempat parkir hotel,” ucap Trisno.
Setelah menangkap AYU, CA dan MRS, polisi pun menahan lima perempuan belia lainnya yang diduga sedang “dijajakan” oleh MRS kepada lelaki hidung belang lainnya. “Yang lima orang ini sepertinya pemain baru yang mungkin masih coba-coba,” kata Trisno.
Dari hasil pemeriksaan polisi, sebut Trisno, semua perempuan belia ini masih berstatus mahasiswi dari beberapa universitas swasta di Banda Aceh dan sejumlah kabupaten/kota di Aceh.
Trisno menambahkan, MRS selaku germo berasal dari Sumatera Utara dan sudah melakoni pekerjaannya sebagai mucikari selama dua tahun.
“Perempuan-perempuan belia ini bukanlah korban layanan transaksi prostitusi yang dilakukan secara daring, tapi mereka memang ingin melakukannya sendiri. Kami belum tahu lebih dalam apa motivasi mereka. Tapi yang jelas, menurut pengakuannya, mereka butuh uang untuk memenuhi kebutuhan hidup, tapi lebih ke arah lifestyle, bukan kebutuhan ekonomi,” ungkap Trisno.
Saat ini polisi masih menahan delapan pelaku sindikat prostitusi daring ini untuk dimintai keterangan lebih lanjut dan dilakukan pemeriksaan urine.
“Setelah pemeriksaan selesai, dua tersangka utama, yakni AN, dan dua perempuan berinisial Ay dan Ca, akan kami serahkan kepada polisi syariat karena di Aceh ada undang-undang tersendiri yang berlaku untuk para pelanggar hukum syariat islam. Sementara enam perempuan lainnya akan dilakukan pembinaan dan dikembalikan kepada pihak keluarga,” ujar Trisno.
Polisi menyebutkan, tidak tertutup kemungkinan jaringan prostitusi daring ini masih banyak di Provinsi Aceh. Polisi pun mengaku akan meningkatkan pengawasan sosial bersama instansi terkait lainnya dan masyarakat.
Discussion about this post