SIMALUNGUN
Putusnya badan jalan lintas yang menghubungkan Kota Pematangsiantar – Tanah Jawa diduga bukan murni akibat bencana alam melainkan diduga akibat dari kelalaian manusia. “Sesuai hasil investigasi kami, putus nya badan jalan itu tidak murni bencana alam tapi diduga kelalaian manusia,”hal ini diucapkan Komandan Investigasi Topan RI Sumut, Simon Nainggolan ditemui hari Selasa (13/11/2019) sore.
Simon menjelaskan, tahun 2017 telah dibangun tembok penahan untuk mengalihkan saluran air berbiaya hampir Rp3 Milyard oleh dinas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Simalungun. Tujuan dibangunnya tembok penahan tersebut untuk mengalihkan debit air agar tidak seluruhnya mengarah ke badan jalan lintas Pematangsiantar – Tanah Jawa yang putus saat ini.

“Pekerjaan itu dinyatakan selesai 100% pada tanggal 5 Juli 2017, dan dibayarkan dengan SP2D tertanggal 22 Agustus 2017 senilai Rp2.978.186.700,00,”ujarnya.
Sesuai fotocopy LHP BPK atas laporan keuangan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Simalungun Tahun Anggaran (TA) 2017 yang ada pada kami, bahwa februari 2018 pihak BPK telah melakukan pemeriksaan fisik atas bangunan tembok penahan itu dan ditemukan kerusakan bangunan senilai Rp157 juta lebih serta kekurangan volume Rp229 juta lebih.

Selanjutnya sekitar bulan November 2018, tembok penahan tersebut rubuh dan hancur. Beberapa bulan kemudian musibah berkelanjutan terjadi, dari setengah badan jalan Lintas Pematangsiantar _ Tanah Jawa hingga terputus total dan sampai saat ini jembatan alternatifpun ikut jatuh akibat pundasinya tergerus arus air.
“Bila saja tembok penahan yang dibangun berbiaya hampir Rp3 Milyard itu bertahan dan berfungsi, sudah pasti debit air terbagi dan tidak seluruhnya ke arah badan jalan tetapi kenyataannya berbanding terbalik, tembok penahan hancur dan debit air tidak dapat dialihkan sesuai fungsi tembok, sehingga debit air seluruhnya ke badan yang mengakibatkan badan jalan tergerus arus air dengan debit yang besar hingga memutus badan jalan,”jelas Simon.

Lebih lanjut Simon menambahkan sesuai pemantauan kami di areal hancurnya tembok penahan itu diduga pengerjaan tembok penahan tidak sesuai standart mutu konstruksi. Baik meterial dan proses pengerjaan atau standart teknis pekerjaan. Hal ini terlihat dari pasangan batu yang tidak sepenuhnya terekat campuran semen, jenis batu yang tergolong muda serta volume yang tidak sesuai sehingga mengakibatkan kekuatan bangunan tidak mampu menahan tekanan air.
Hal ini diperkuat dengan hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan BPK, bahwa hanya dalam kurun waktu tujuh bulan yakni bulan Juli 2017 hingga Februari 2018 telah didapati kerusakan senilai Rp157 juta lebih serta kekurangan volume senilai Rp229 juta lebih.
Dari fakta fakta hasil investigasi tersebut, putusnya badan jalan Lintas Pematangsiantar – Tanah Jawa diakibatkan pecah dan hancurnya tembok penahan pada saluran air sehingga debit air menimbulkan daya dorong atau arus air mengarah ke badan jalan yang selanjutnya memutus badan jalan. Ucap Simon.
“Dapat dan patut diduga, putusnya jalan lintas Pematangsiantar – Tanah Jawa diakibatkan pekerjaan manusia yang tidak sesuai standart mutu konstruksi sehingga mengakibat musibah bagi masyarakat banyak. Jadi bukan murni bencana alam,”kata Simon Nainggolan mengakhiri. (Freddy)
Discussion about this post